Sekurangnya tiap anak harus siap dengan dana 100 ribu rupiah guna acara kunjungan ke Museum Sumpah Pemuda. Setengahnya untuk biaya menyewa bis pariwisata dan sisanya honor pemandu kelompok yang membimbing anak-anak agar kunjungan jadi menarik. Eitsss, tapi itu perhitungan biaya untuk kunjungan yang standar.
Untunglah anak-anak peserta JURASIK tidak perlu mengeluarkan dana sebesar itu untuk kunjungan ke Museum Sumpah Pemuda pada tanggal 19 Desember 2012 lalu. Setelah dikalkulasi, 10 ribu rupiah per anak sudah mencukupi. Sampai ada orangtua yang dengan setengah tidak percaya bertanya, “Apa benar biaya jalan-jalannya nya hanya 10 ribu rupiah?”.
Pengalaman ini ibarat membuktikan apa yang pernah diungkapkan Jaime Lerner, mantan Walikota Curitiba, Brazil bahwa “creativity starts when you cut a zero from your budget.” Demi mencoret satu nol dari budget kunjungan JURASIK kali ini (dari 100 ribu jadi 10 ribu), kami memang “dipaksa” kreatif mencari alternatif murah meriah. Lewat tulisan ini saya ingin berbagi kiatnya.
Untunglah anak-anak peserta JURASIK tidak perlu mengeluarkan dana sebesar itu untuk kunjungan ke Museum Sumpah Pemuda pada tanggal 19 Desember 2012 lalu. Setelah dikalkulasi, 10 ribu rupiah per anak sudah mencukupi. Sampai ada orangtua yang dengan setengah tidak percaya bertanya, “Apa benar biaya jalan-jalannya nya hanya 10 ribu rupiah?”.
Pengalaman ini ibarat membuktikan apa yang pernah diungkapkan Jaime Lerner, mantan Walikota Curitiba, Brazil bahwa “creativity starts when you cut a zero from your budget.” Demi mencoret satu nol dari budget kunjungan JURASIK kali ini (dari 100 ribu jadi 10 ribu), kami memang “dipaksa” kreatif mencari alternatif murah meriah. Lewat tulisan ini saya ingin berbagi kiatnya.
Berhemat dengan bis Transjakarta
Untuk menghemat biaya transportasi, maka diputuskan untuk menggunakan bis Transjakarta daripada menyewa bis pariwisata. Kebetulan lokasi sekolah dan Museum Sumpah Pemuda yang dituju dekat dari halte busway. Sehingga ongkos transportasi pergi pulang cukup 7 ribu rupiah saja.
Tapi urusan transportasi belum tuntas. Dari pengalaman sebelumnya kami tahu kalau BLU Transjakarta mensyaratkan minimal rombongan 70 penumpang untuk bisa mendapatkan bis khusus. Sementara jumlah rombongan kami paling banyak hanya 40 siswa ditambah 15 orangtua dan fasilitator.
Setelah ditimbang-timbang, tampaknya anak-anak yang kini sudah duduk di kelas 3 cukup siap untuk berbagi bis dengan penumpang lain, asalkan petugas Transjakarta bersedia membantu saat rombongan naik bis agar tidak terpisah-pisah. Saya beranikan diri untuk berkoordinasi dengan BLU Transjakarta dan syukurnya disambut dengan positif.
Pemandu dari jejaring pertemanan
Saat mengajak banyak anak sekolah dasar ke tempat umum dengan angkutan umum mutlak perlu banyak pemandu. Setidaknya satu pemandu paling banyak hanya mengawasi 7 anak. Pemandu tsb juga berfungsi mengarahkan tiap kelompok saat di museum, karena kami sudah merancang game mencari jejak agar kunjungan mengasyikkan.
Beberapa teman memang sudah rutin memandu pertemuan mingguan JURASIK. Tapi untuk mengawasi 40 anak kami butuh setidaknya 6 pemandu. Kami pun mengandalkan jejaring kekerabatan, pertemanan, atau siapapun yang bisa dijaring untuk menjadi pemandu lepasan :-)
Barangkali ada yang bertanya-tanya, apa menariknya jadi pemandu. Capek...sudah pasti, tapi ternyata menyenangkan. Setidaknya pemandu lepasan yang pernah saya ajak, terbukti belum kapok bahkan minta diajak lagi ;-) Kalau saya perhatikan (sok berteori), anak-anak sangat mudah akrab dengan pemandu. Barangkali sesuatu yang keluar dari hati, akan direspon oleh hati pula :-)
Saya juga cukup kaget ketika saat persiapan kunjungan anak-anak meminta saya menghubungi beberapa kakak yang pernah ikut sebelumnya. Ternyata kesan anak-anak terhadap pemandu melekat dalam hatinya. Hangatnya hubungan ini yang tampaknya tak ternilai. Barangkali alasan tsb yang membuat kawan-kawan yang selama ini pernah terlibat rela tak menerima imbalan materi.
Untuk menghemat biaya transportasi, maka diputuskan untuk menggunakan bis Transjakarta daripada menyewa bis pariwisata. Kebetulan lokasi sekolah dan Museum Sumpah Pemuda yang dituju dekat dari halte busway. Sehingga ongkos transportasi pergi pulang cukup 7 ribu rupiah saja.
Tapi urusan transportasi belum tuntas. Dari pengalaman sebelumnya kami tahu kalau BLU Transjakarta mensyaratkan minimal rombongan 70 penumpang untuk bisa mendapatkan bis khusus. Sementara jumlah rombongan kami paling banyak hanya 40 siswa ditambah 15 orangtua dan fasilitator.
Setelah ditimbang-timbang, tampaknya anak-anak yang kini sudah duduk di kelas 3 cukup siap untuk berbagi bis dengan penumpang lain, asalkan petugas Transjakarta bersedia membantu saat rombongan naik bis agar tidak terpisah-pisah. Saya beranikan diri untuk berkoordinasi dengan BLU Transjakarta dan syukurnya disambut dengan positif.
Pemandu dari jejaring pertemanan
Saat mengajak banyak anak sekolah dasar ke tempat umum dengan angkutan umum mutlak perlu banyak pemandu. Setidaknya satu pemandu paling banyak hanya mengawasi 7 anak. Pemandu tsb juga berfungsi mengarahkan tiap kelompok saat di museum, karena kami sudah merancang game mencari jejak agar kunjungan mengasyikkan.
Beberapa teman memang sudah rutin memandu pertemuan mingguan JURASIK. Tapi untuk mengawasi 40 anak kami butuh setidaknya 6 pemandu. Kami pun mengandalkan jejaring kekerabatan, pertemanan, atau siapapun yang bisa dijaring untuk menjadi pemandu lepasan :-)
Barangkali ada yang bertanya-tanya, apa menariknya jadi pemandu. Capek...sudah pasti, tapi ternyata menyenangkan. Setidaknya pemandu lepasan yang pernah saya ajak, terbukti belum kapok bahkan minta diajak lagi ;-) Kalau saya perhatikan (sok berteori), anak-anak sangat mudah akrab dengan pemandu. Barangkali sesuatu yang keluar dari hati, akan direspon oleh hati pula :-)
Saya juga cukup kaget ketika saat persiapan kunjungan anak-anak meminta saya menghubungi beberapa kakak yang pernah ikut sebelumnya. Ternyata kesan anak-anak terhadap pemandu melekat dalam hatinya. Hangatnya hubungan ini yang tampaknya tak ternilai. Barangkali alasan tsb yang membuat kawan-kawan yang selama ini pernah terlibat rela tak menerima imbalan materi.
Bonus keeratan sosial
Bila Jaime Lerner mengatakan “creativity starts when you cut a zero from your budget”, tampaknya saya ingin menambahkan dengan kalimat “and you earn social capital as a bonus.” Tentu menyenangkan bisa terhubung dengan sesama di dunia nyata, di tengah dunia yang bergeser ke hubungan di dunia maya. Di samping itu, kesempatan naik angkutan umum berbaur bersama penumpang lain sekaligus jadi ajang nyata berlatih menjadi warga kota yang beradab.
Terima kasih untuk Kak Bagas, Bu Fadjar, Kak Ani, Kak Laura, Kak Melly, Kak Rizal, & Kak Tia yang membuat perjalanan ke Museum Sumpah Pemuda jadi asyik. Juga untuk Bu Guru Sofi dan Pak Guru Rahmat yang turut mendampingi. Tak lupa, terima kasih untuk dukungan BLU Transjakarta, terutama para petugas yang membantu kami di lapangan, khususnya Pak Satria.
Bila Jaime Lerner mengatakan “creativity starts when you cut a zero from your budget”, tampaknya saya ingin menambahkan dengan kalimat “and you earn social capital as a bonus.” Tentu menyenangkan bisa terhubung dengan sesama di dunia nyata, di tengah dunia yang bergeser ke hubungan di dunia maya. Di samping itu, kesempatan naik angkutan umum berbaur bersama penumpang lain sekaligus jadi ajang nyata berlatih menjadi warga kota yang beradab.
Terima kasih untuk Kak Bagas, Bu Fadjar, Kak Ani, Kak Laura, Kak Melly, Kak Rizal, & Kak Tia yang membuat perjalanan ke Museum Sumpah Pemuda jadi asyik. Juga untuk Bu Guru Sofi dan Pak Guru Rahmat yang turut mendampingi. Tak lupa, terima kasih untuk dukungan BLU Transjakarta, terutama para petugas yang membantu kami di lapangan, khususnya Pak Satria.